Tidak Ada Perang Suci
Artikel ini saya tulis berdasar komentar-komentar yang saya ungkapkan saat penayangan serial film Sun Tzu di Metro TV beberapa waktu lalu. Dari 22 episode film (ditayangkan selama 22 minggu) yang berkisah tentang kehidupan dan strategi perang Sun Tzu, ada sejumlah hal penting yang bisa digarisbawahi untuk direfleksikan dengan situasi dunia saat ini. Perang yang sedang berkecamuk di Timur Tengah, baik perang saudara di Irak maupun perang antara Israel dengan Palestina dan Lebanon saat ini.
Dari tayangan serial film Sun Tzu yang saya kupas itu, sekali lagi ditegaskan bahwa perang tidak bisa dicegah dengan perang. Sebaliknya, perang hanya mendatangkan keserakahan, kekejaman, pengorbanan, penderitaan, dan kengerian yang tiada taranya. Yang menang perang cenderung lupa daratan dan akan bernafsu untuk terus memenangkan perang-perang berikutnya. Sebab, keberhasilan yang diraih berdasarkan keserakahan akan mendatangkan keserakahan-keserakahan baru. Dan di mana ada keserakahan, di situ pasti ada penderitaan.
Sementara yang kalah perang akan merasakan kebencian yang sangat dalam terhadap musuh yang mengalahkannya. Yang kalah terus dihantui nafsu untuk membalas dendam kesumatnya. Akhirnya, peperangan menjadi lingkaran setan yang penuh dengan kekejaman yang luar biasa. Penuh dengan pengorbanan dan selalu rakyatlah yang menjadi korban perang. Rakyatlah yang selalu menjadi korban dari ambisi penguasanya. Ini merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan.
Setelah 22 episode selama 22 minggu itu, saya mengambil hikmah kehidupan Sun Tzu, ada tiga kesimpulan atau pesan yang ingin saya garis bawahi di sini. Pertama, seperti halnya pengetahuan umumnya, strategi perang Sun Tzu ini seperti pedang bermata dua. Strategi ini bisa mendatangkan keberhasilan dan kejayaan di satu sisi, sementara di sisi lainnya bisa mendatangkan bencana dan penderitaan.
Titik krusial strategi perang Sun Tzu ada pada siapa yang memegang strategi tersebut dan bagaimana kualitas mentalnya. Seperti yang kita bahas pada episode lalu, tidak ada perang suci di dunia ini. Perang suci adanya di dalam hati manusia. Maka, kualitas mental yang paling unggul hanya ada pada orang yang berhasil memenangkan perang di dalam hatinya, dan mencegah perang di dunia nyata. Ini pula yang sesungguhnya menjadi saripati dari filosofi Sun Tzu untuk memenangkan perang tanpa melakukan perang.
Kedua, setinggi apa pun cita-cita pribadi kita maupun cita-cita kolekitif sebagai sebuah bangsa, kita harus menempuh perjalanan tersebut dengan memperhatikan moralitas dan etika. Kita harus terus waspada, tahu kapan harus berusaha lebih keras, kapan harus berusaha lebih ulet, dan kapan harus menyesuaikan cara-cara yang kita tempuh. Kita pun harus waspada dan tahu kapan harus berhenti, kapan harus bersyukur, dan kapan harus mengambil langkah-langkah pendalaman menuju kepada kesuksesan yang sejati.
Ketiga, kesuksesan sejati adalah keberhasilan yang bisa membawa manfaat bagi sebanyak mungkin orang. Kesuksesan yang memebebaskan banyak orang dari penderitaan. Kesuksesan yang sejalan dengan prinsip-prinsip cinta kasih terhadap sesama. Dan kesuksesan sejati seperti ini merupakan tugas kita untuk mewujudkannya. Kita semua, tanpa kecuali.
Jadi, mari merengkuh keberhasilan yang sejati. Mari menjadi gambaran indah dari rahmat Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini. Jangan ada lagi perang dengan alasan apa pun. Dunia akan lebih indah dihuni bila tidak ada nafsu perang di antara kita. Peace!
0 Comments:
Post a Comment
<< Home